Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena ia ikut terseret dalam pusara proyek yang telah merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Pernyataan itu ia sampaikan di bagian akhir persidangan pada Kamis (23/03) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Agenda persidangan kemarin yakni mendengarkan keterangan dari Novanto sebagai terdakwa. Layaknya drama, Novanto memainkan lakon yang bersikap kooperatif dan menghormati majelis hakim. Bahkan, sesekali ia terdengar sempat menangis ketika menyampaikan pernyataan.
Sidang yang digelar kemarin, merupakan kesempatan Novanto untuk membuktikan diri kalau ia serius mau mengungkap kasus korupsi KTP Elektronik. Lalu, apa lagi yang disampaikan Novanto di bagian penutup sidang itu?
1. Sungguh-sungguh ingin membantu proyek pemerintah
Niat awal pemerintah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yakni ingin membuat satu identitas yang terintegrasi. Manfaat yang paling dirasakan yakni memudahkan proses penghitungan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat pemilu. Namun, niat baik itu ternyata disalah gunakan sekelompok orang dengan ingin mengambil keuntungan dari proyek tersebut.
Anggaran proyek digelembungkan lalu, selisih nilai uang itu dibagi-bagikan ke semua pihak, mulai dari eksekutif, DPR dan swasta. Namun, Novanto rupanya mengaku bukan pihak yang ingin ikut ambil untung itu.
"Pada awalnya saya memposisikan diri sebagai penengah pada saat terjadi pertikaian (proyek e-KTP). Itu semua kesalahan saya, karena saya lengah. Padahal, posisi saya sebagai Ketua Fraksi, ingin mendukung program pemerintah supaya sukses, tetapi akhirnya malah terseret jauh juga," ujar Novanto kemarin.
Padahal, dalam surat dakwaannya, Novanto disebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) ikut menikmati uang proyek e-KTP senilai US$ 7,3 juta dan mendapat jam tangan mewah Richard Mille. Namun, yang diakui baru sebatas menerima uang Rp 5 miliar dan jam tangan. Itu pun tadinya mantan Ketua DPR tersebut sempat membantah menerima jam tangan seharga Rp 1,5 miliar tersebut.
Kini, Novanto mengaku memang menerima jam tangan, tapi bukan sebagai kado ulang tahun. Melainkan, sebagai pemberian biasa dari pengusaha Andi Agustinus.
2. Meminta Irvanto dan Made Oka Masagung berkata jujur kepada penyidik KPK
Dalam kasus proyek e-KTP, KPK kembali menetapkan dua orang tersangka beberapa waktu lalu, yakni keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi dan sahabatnya, Made Oka Masagung. Keduanya, memiliki peranan penting dalam menampung aliran uang e-KTP dari luar negeri lalu memberikannya kepada Novanto.
Sementara, khusus untuk Made Oka, disebut Novanto sudah ikut memberikan uang proyek e-KTP kepada beberapa anggota DPR. Dua nama terbaru yang disebut Novanto yakni Puan Maharani dan Pramono Anung.
Keduanya pada periode 2011 itu duduk di DPR. Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi, sedangkan Pramono adalah Wakil Ketua DPR. Made Oka bercerita ke Novanto sudah mengalirkan uang masing-masing sebesar US$ 500 ribu kepada keduanya.
"Saya juga meminta kepada saudara saya Irvanto dan Made Oka yang kini masih dalam proses penyidikan agar membantu KPK dan bersikap kooperatif. Sehingga semua dapat terbuka tanpa ada yang ditutupi," kata dia.
Ia pun turut meminta kepada JPU agar tidak segan membongkar pelaku lain yang terlibat dalam proyek e-KTP.
sumber idntimes.com